Senin, 21 Februari 2011

Rencana Pemekaran Provisi Papua Tengah Tidak Ganggu PT Freeport Indonesia

Perusahaan penambangan milik asing, PT Freeport di Timika, Kabupaten Mimika Papua tidak akan melakukan kegiatan apapun terkait dengan rencana kunjungan Tim Pemekaran Provinsi Papua Tengah (10/5). Tim tersebut rencananya akan mengadakan pertemuan dengan para pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten Mimika, serta pengurus lembaga adat.


Kami tahu, bahwa kontribusi Freeport kepada Pemerintah Pusat besar sekali, yaitu sekitar Rp22 triliun. Tetapi hal itu tidak berarti management Freeport mau terlibat dalam program percepatan Provinsi Papua Tengah. Kebetulan lokasi tambang Freeport ada di Timika, Mimika yang selama ini sudah banyak peluang ekonomi bagi sebagian besar warga Mimika, " Hironimus Taime, Sekretaris Tim Pemekaran Prov. Papua Tengah mengatakan kepada Business News, Senin (10/5).

PT Freeport mencanangkan program kemitraan dan pemberdayaan masyarakat di Mimika sebagai bagian dari program Aliansi Pengembangan Agribisnis Papua (Papua Agribusiness Development Alliance/PADA). Alhasil, banyak warga pedalaman menuju ke Mimika untuk mengejar peluang ekonomi. Selain sektor pertanian, Freeport juga mencanangkan program kemitraan di sektor farmasi, pendidikan, peningkatan kualitas SDM, dan lain sebagainya. "Dari semua program kemitraan tersebut, jelas memberi dampak positif bagi warga di Papua. Tetapi Freeport, dalam berbagai kesempatan juga menyatakan tidak akan ikut campur dalam masalah pemekaran provinsi Papua Tengah ini. Kami yakin, sudah ada titik terang, program pemekaran akan berjalan walaupun sudah tertunda sejak tahun 2003,".

Bahkan selain penambangan emas, tembaga, tanah Papua masih menyimpan banyak jenis tambang lainnya, termasuk Uranium. Seluruh kekayaan tanah Papua, dulunya lebih banyak mengalir ke kas Pemerintah Pusat. Tetapi setelah reformasi, serta diberlakukannya UU Otonomi Daerah, dana sebesar Rp22 triliun tersebut dialokasikan lagi sebagian ke Pemerintah Provinsi Papua, termasuk Kabupaten.

Tim sudah bekerja maksimal, sampai akhirnya ada Surat Menkopolhukam RI tertanggal 7 Mei untuk menindaklanjuti rencana pemekaran. Tim ini akan bekerja dengan acuan Analisis Kebijakan Pemekaran yang dirumuskan oleh berbagai institusi negara dan lembaga kemasyarakatan Papua. Selain itu, tindaklanjut pemekaran berdasarkan SK Mendagri tahun 1986 mengenai Pembantu Gubernur. "Dari kajian Departemen Dalam Negeri, lahir Inpres 1/2003 (BN No. 6881 hal. 17B) dan UU Pemekaran Papua No. 45/1999 (BNNo. 7034hal. 10B- ISB). Dari UU tersebut, termaktub paket pembentukan dua provinsi, tiga kabupaten dan satu kotamadya,".

Kalau provinsi Papua Tengah berhasil dimekarkan, otomatis akan ada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang dikucurkan. Selama ini, besaran DAU dari keseluruhan kabupaten yang ada di Provinsi Papua dan Papua Barat mencapai sekitar Rp2 triliun per tahun. Tim belum bisa memastikan berapa besaran yang nantinya dikucurkan kalau pemekaran berhasil. Hal yang sangat mendesak selama ini, infrastruktur jalan yang menghubungkan beberapa kabupaten masih sangat minim. Hal ini yang nantinya akan menjadi prioritas pembangunan di provinsi mendatang.

"Kalau infrastruktur termasuk jembatan, listrik sudah ada, akan ada lagi pembukaan lahan-lahan penambangan baru. Karena banyak ba han tambang di tanah Papua yang masih belum digarap," Luas Pulau Papua, faktual sebesar tiga setengah kali lipat dari Pulau Jawa. Tetapi jumlah provinsi hanya sepertiga dari jumlah yang ada di Pulau Jawa. Hal ini merupakan logika terbalik, sehingga program pelayanan kepada masyarakat di Papua tidak optimal.

Pemerintah Kabupaten sampai tingkat desa, selama ini yang diharapkan menjadi ujung tombak pelayanan warga. Dulunya, Papua hanya memiliki satu gubernur dengan kucuran dana hanya sebesar Rp200 miliar sampai dengan tahun 1988. Tetapi setelah ada desakan dari berbagai lembaga adat Papua, Pemerintah Pusat meningkatkan kucuran dana sampai 10 persen.

Pembantu Gubernur juga dipilih untuk menangani berbagai kegiatan pemerintah di Kabupaten Manokwari dan Mimika. "Karena warga Papua masih belum puas, akhirnya kembali mendesak untuk pemekaran sampai akhirnya lahir UU 45/1999. Tetapi akibat kurangnya informasi yang akurat, antara lembaga adat dan tokoh masyarakat Papua punya persepsi yang berbeda mengenai pemekaran. Salah satunya, kekhawatiran jika nanti operasional PT Freeport stagnan jika sudah terbentuk provinsi baru yaitu Papua Tengah,".

Sampai dengan Mei 2010, situasi di Papua sudah sangat kondusif. Bahkan berbagai utusan Kabupaten akan bertemu langsung dengan Tim Pemekeran dari Kantor Menkopolhukam. Bahkan pemerintah kabupaten menjamin situasi di Timika, Mimika dan lokasi penambangan Freeport kondusif. Komitmen warga sekitar juga mau menjaga keamanan bersama, karena selama 40 tahun Freeport menambang emas dan tembaga di Mimika, sudah memberi keuntungan ekonomi.

Selama ini, program pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) mencakup pemberian beasiswa kepada Pemerintah Daerah, gereja dan lembaga adat. "Kalau kami sudah bergandeng tangan, kami juga tidak mau lagi ada kebodohan di Papua. Karena jumlah penduduk Papua, selama ini berdasarkan statistik dicatat sekitar dua setengah juta. Padahal, masih ada setengah juta lagi yang tinggal di pedalaman. Mereka itu yang tidak tercatat dalam statistik, karena kehidupannya tertinggal dari modernitas di kota". ( SL )

Sumber :
Business News, 12 Mei 2010, dalam :
http://bataviase.co.id/node/209703

Tidak ada komentar:

Posting Komentar