Pada peta di sebelah, bakal Provinsi Papua Tengah meliputi Kabupaten Mimika, Nabire, Paniai dan Puncak Jaya. Dalam perkembangannya daerah tersebut dimekarkan menjadi delapan kabupaten, termasuk Kabupaten Dogiai, Deiyai, Intan Jaya dan Puncak.
HARAPAN masyarakat Papua di bagian tengah untuk mewujudkan percepatan terbentuknya provinsi Papua Tengah sudah lama diidam-idamkan, saat ini memang belum terlaksana tetapi harapan itu terus ada dan semakin mengebu-gebu.
Provinsi Papua Tengah, bukanlah sebutan yang asing bagi masyarakat Indonesia khususnya masyarakat di pulau Papua. Sebutan provinsi Papua Tengah pertama kali muncul pada tahun 1999 dalam bentuk Undang-undang Republik Indonesia No. 45 tahun 1999 yang dikeluarkan oleg presiden B.J Habibie tentang pemekaran daerah.
Undang-undang Republik Indonesia No. 45 tahun 1999 secara garis besar menetapkan tentang, “Undang-undang tentang pembentukan provinsi Irian Jaya Tengah, Provinsi irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak jaya, dan Kota Sorong”. seiring dengan terjadinya perubahan nama irian Jaya menjadi Papua oleh presiden Gur-dur nama Irian jaya tengah pun berubah menjadi sebutan Provinsi Papua Tengah, Irian jaya barat menjadi Papua barat dan provinsi Irian Jaya menjadi Provinsi Papua.
Pada perjalanannya, nasib provinsi Papua Tengah ternyata sangat berbeda dengan nasib daerah-daerah pemekaran yang lain dalam Undang-undang RI No. 45 tahun 1999 itu. Sementara Provinsi Papua Barat, Kabupaten Paniai, kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya dan Kota Sorong terealisasi dan telah terbentuk serta terlaksana wujud pemerintahannya namun provinsi Papua Tengah tidak pernah terwujud dan terlaksana pemerintahannya walaupun secara yuridis sudah mempunyai dasar hukumnya.
Dalam kesempatan ini, John Numberi tokoh Papua yang gencar menjembatani aspirasi masyarakat untuk percepatan pembentukan provinsi Papua Tengah member tanggapan, bahwa. Masyarakat Papua pada umumnya kini tengah terjangkiti penyakit krisis kepercayaan terhadap pemimpin yang ada dan krisis ini hampir melanda di seluruh Papua, pandangan mereka tentang keberpihakan pemimpin kepada masyarakat hanya diatas kertas saja dan tidak sejalan dengan aspirasi masyarakat.
Bentuk keterwakilan pemimpin baik di tingkat pusat maupun lokal kepada masyarakat Papua realisasinya tidak pernah terbukti, salah satu buktinya pada urusan provinsi Papua Tengah, jadi keberpihakan mereka hanya dalam tataran wacana dan hanya sekedar retorika belaka. Padahal yang dikehendaki masyarakat di wilayah papua bagian Tengah adalah sebuah perhatian dan adanya daya upaya dari pemerintah pusat untuk melaksanakan percepatan pembentukan provinsi Papua Tengah tetapi kenyataannya malah lain.
“Ini salah satu bentuk ketidak-berpihakan dari seorang pemimpin yang otoriter dan sangat menciderai perasaan masyarakat di Papua bagian tengah. Ciri-ciri pemimpin seperti inilah yang tidak dikehendaki masyarakat Papua dan ini adalah cara pandang pemimpin yang menganut sistem kapitalisme” tuturnya.
Sementara suara dari budayawan, forum lintas agama yang diwakili oleh ketua forum Bela Negara kabupaten Biak, Micha Roisumbre mengatakan hal yang sama bahwa “Mentalitas dan kemerosotan nilai kepemimpinan telah menjadi factor utama dari segala bentuk kekecewaan masyarakat terhadap pemimpin, sudah berapa kali Lebaran idul Fitri, sudah berapa kali Natal, sudah berapa kali Waisak dan sudah berapa kali bulungan tapi provinsi Papua Tengah yang kita harap-harapkan tidak pernah datang juga. Pungkasnya.
Jangan karena kita ini berada di wilayah paling timur dan jauh dari Ibukota Negara lalu pemerintah pusat bisa memperlakukan kita dengan pendekatan militer, bukan pendekatan secara ekonomi seperti yang dilakukan untuk daerah-daerah lain di Indonesia.
Sudah bukan menjadi rahasia lagi bagi masyarakat Papua, bahwa Organisasi Papua Merdeka (OPM) ada yang diciptakan dari pusat maupun dari pihak penguasa lokal yang erat kaitannya dengan pihak perusahaan international yang menguras sumber daya alam di Papua, supaya terkesan daerah ini selalu dalam keadaan tidak kondusif dan dijadikan alasan agar dilakukannya pengerahan operasi militer. Padahal pengerahan militer itu sendiri bertujuan untuk mengamankan kegiatan mereka dalam mengeksploitasi dan menguras harta kekayaan orang Papua yang notabene adalah harta orang Indonesia juga. Dalam arti lain demi melanggengkan status dan kepentingan-kepentingan financial mereka sendiri tanpa memikirkan nasib masyarakat pemilik tanah.
Sangat disayangkan, bila suatu kekuatan kelompok masyarakat yang kini tengah bersatu untuk kesiapan pembentukkan provinsi Papua Tengah, malah beralih melakukan bentuk sesuatu kesiapan yang lain, dan dari beberapa elemen di pusat telah menyatakan untuk mendukung kita dalam mewujudkan Provinsi yang telah lama tertunda ini.
Sebelum semuanya terlambat kami memohon pemerintah mendengarkan suara kami, kami tidak ingin kemungkinan peristiwa terburuk akan terjadi disini dan kami tidak rela bila pemerintah merendahkan martabat bangsanya sendiri. Papar Micha.(P.Siregar)
Sumber :
http://www.majalahpotretindonesia.com/index.php?option=com_content&view=article&id=1071:percepatan-provinsi-papua-terus-terus-menggebu&catid=44:potensi&Itemid=403
15 Januari 2011
Maju terus Papua,
BalasHapusINDONESIA JAYA